Pengadilan IPA Martubung, Jangan Sampai Menghukum Orang Tak Bersalah

proses pengadilan

topmetro.news – Proses pengadilan terkait dugaan korupsi di IPA Martubung, jangan sampai menghukum orang yang tidak bersalah. Demikian disampaikan Parlindungan Tamba SH, selaku penasehat hukum terdakwa Flora Simbolon, Selasa (5/3/2019).

Selain itu, Kejari Belawan harusnya melakukan sprindik baru, karena sudah kalah di praperadilan terkait kasus dugaan korupsi di Proyek IPA Martubung. Sehingga dengan tak adanya sprindik baru, maka majelis hakim yang menyidangkan pokok perkara pun, sangat pantas menolak dakwaan JPU.

“Dengan tidak sahnya status tersangka Flora Simbolon, berdasarkan putusan praperadilan yang sudah diputuskan sebelum sidang perdana pada pokok perkara dilakukan, maka kami yakin, majelis hakim akan menolak seluruh dakwaan JPU. Apakah kemudian mereka (JPU-red) melakukan sprindik baru, itu hal lain. Tapi yang jelas, pada saat ini, status tersangka Flora Simbolon tidak sah,” kata Parlindungan Tamba.

BACA JUGA | Mantan Hakim Agung: Penahanan Flora Simbolon Melanggar Hukum

Jaksa Salah Prosedur

Hal lain disampaikan Parlindungan, bahwa dasar penetapan tersangka sudah melanggar ketentuan. Yaitu menggunakan hasil yang katanya audit, dari oknum yang tidak punya wewenang.

“Hernold Makawimbang adalah auditor ilegal dalam kasus ini. Terlebih dia tidak melakukan audit sebagaimana mestinya. Dan dia juga bekerja atas nama pribadi. Jadi kami sangat yakin, bahwa majelis hakim tidak akan mempertimbangkan keberadaan Hernold, karena keberadaan dia (Hernold-red), tidak punya dasar hukum apa pun,” katanya.

“Sehingga tentunya, kita tak ingin ada keputusan yang keluar berdasarkan alasan dan dasar hukum yang salah. Dan apa yang saya sampaikan ini juga sudah kami masukkan dalam duplik yang sudah kami bacakan di sidang kemarin. Termasuk soal kesalahan prosedur yang dilakukan jaksa, karena melakukan dakwaan untuk kasus ini, tanpa sprindik baru, padahal kami sudah menang pra-peradilan,” sambung Parlindungan.

Dan harus jadi catatan, kata Parlindungan, bahwa Hernold Makawimbang menerangkan dirinya dari awal tidak pernah melakukan audit.

Dikatakannya, dalam duplik berjudul, ‘Takut akan Tuhan adalah awal dari pengetahuan’, itu, mereka sangat berharap dan berterima kasih jika majelis hakim benar-benar mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. “Tentu saja termasuk terungkapnya kesalahan-kesalahan dalam data, yang katanya adalah hasil audit dari Hernold Makawimbang tadi,” katanya.

Bahkan secara menyelutuh Parlindungan Tamba menyebut, bahwa dakwaan dari JPU adalah bentuk pendegradasian wibawa majelis hakim. “Sebab tuntutan penuntut umum tidak didasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan. Akan tetapi berdasarkan fakta hukum yang keliru dan cenderung menyesatkan. Serta penuh dengan penyelundupan hukum,” kata Parlindungan.

Pengadilan tanpa Terdakwa

Maka, kata dia, untuk menjaga kewibawaan peradilan dan karena sepanjang penelusuran mereka belum pernah ada seorang yang tidak bersatus tersangka dapat didakwa dan dituntut apalagi harus dihukum, maka tidak ada pilihan selain membebaskan Flora Simbolon.

“Atau menjadi lelucon busuk dengan menghukum seorang yang tidak tersangka. Sebab kita semua tahu, bahwa lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” katanya.

“Bahwa secara nyata dan jelas berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwasanya Flora Simbolon bukan lagi tersangka. Serta penuntut umum tidak ada melakukan spindik baru, sebagaiman putusan praperadilan tanggal 26 Oktober 2018,” sambung Parlindungan.

Belum lagi, masih kata dia, bahwa sebagaimana kesaksian ahli, masalah yang terjadi dalam sebuah kontrak, bukan kewenangan kejaksaan untuk menanganinya. “Ini adalah wanprestasi dan bukan ranah kejaksaan mengurusi ini. Dan sudah ditegaskan di pengadilan, wanprestasi juga berlaku walau terkait dengan keuangan negara, sepanjang ada kontrak,” tegas Parlindungan.

Jadi, katanya, jika penuntut umum memang pernah melewati bangku semester pertama fakultas hukum, tentunya paham Pasal 1 Angka 14 KUHAP menyatakan, ‘Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana’. Juga Pasal 1 Angka 15 KUHAP menyatakan, ‘Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan’.

“Kecuali hanya sebatas membeli izajah, maka harusnya dipahami, bahwa atas dasar fakta hukum yang harus dipatuhi ini, seharusnya penuntut umum tidak patut mendakwa apalagi sampai menuntut Flora Simbolon,” katanya.

Flora Harusnya Bebas

Menurut Parlindungan, majelis hakim tidak boleh terjebak dengan kedangkalan. Atau bahkan kecenderungan kedungunan dalam memahami hukum penuntut umum dalam dakwaan dan tuntutan.

“Bahwa sebagaimana kita ketahui bersama, sistem pembuktian yang dianut peradilan pidana Indonesia adalah sistem pembuktian ‘negatief wettelijk stelsel’. Atau sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, dimana kesalahan terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Dengan alat bukti minimum yang sah tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya,” katanya.

Disebutkan juga, dalam replik JPU, ditemukan banyak hal yang tidak dibantah penuntut umum. “Atau penuntut umum telah memberi pengakuan baik materi dan substansi nota pembelaan kami terdahulu. Oleh karenanya, pengakuan tersebut menjadikan nota pembelaan kami terdahulu bertambah kedudukan dan kualitasnya,” katanya.

“Sehingga dengan semua fakta di persidangan, kami pun mohon agar majelis hakim menyatakan Flora Simbolon tidak terbukti bersalah. Atau setidak-tidaknya menyatakan perbuatan Flora Simbolon bukan suatu tindak pidana korupsi. Membebaskan Flora Simbolon dari segala dakwaan dan memerintahkan penuntut umum untuk segera dan seketika mengeluarkan Flora Simbolon dari tahanan tanpa konsekwensi apa pun,” tutup Parlindungan Tamba.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment